Dugaan “Mainan Proyek” di Bojonegoro: Kontraktor Lokal Meradang, Minta Transparansi dari Dinas


Bojonegoro –Suarawonocolo.com- Rabu 22/10/25. Gelombang keluhan para kontraktor lokal kini mulai berubah menjadi desakan terbuka terhadap pemerintah daerah. Mereka menduga ada praktik tidak sehat dalam proses pengadaan proyek yang membuat pelaku usaha kecil dan menengah tersingkir dari persaingan.

Para kontraktor menilai, sistem lelang yang berjalan selama ini cenderung hanya menguntungkan kelompok tertentu. Informasi proyek disebut tidak terbuka secara merata, sehingga mereka yang tidak “punya orang dalam” nyaris tak punya peluang.

“Kalau tender diumumkan secara jelas, kami siap ikut bersaing sehat. Tapi kenyataannya, banyak proyek yang sudah seperti ‘diatur’ sebelum dilelang,” kata salah satu kontraktor lokal yang enggan disebut namanya, Rabu (22/10).

Lebih jauh, beberapa kontraktor menyebut ada indikasi permainan antara oknum dinas dan kelompok kontraktor tertentu yang membuat peluang pelaku usaha kecil makin sempit. “Kami bukan hanya kalah bersaing secara administrasi, tapi kalah karena sistemnya memang sudah tidak adil,” ujar sumber lainnya.

Mereka mendesak pemerintah daerah membuka seluruh data pengadaan secara transparan — mulai dari perencanaan proyek, jadwal tender, hingga pemenang lelang — melalui sistem LPSE agar tidak lagi ada ruang gelap dalam proses pengadaan.

Selain itu, mereka juga meminta penyederhanaan persyaratan lelang untuk proyek kecil di bawah Rp1 miliar, agar kontraktor lokal yang baru berkembang punya kesempatan bersaing.

“Kalau semua dipukul rata dengan syarat besar, jelas kontraktor kecil mati. Padahal proyek kecil itu seharusnya ruang pembinaan,” tegas salah seorang kontraktor.

Desakan juga ditujukan kepada instansi teknis, bagian pengadaan barang dan jasa, serta LPSE agar tidak hanya menjadi “penjaga sistem”, tapi juga membuka ruang dialog dan pembinaan.

“Kalau pemerintah benar-benar transparan dan fair, kami siap berubah. Kami tidak minta diprioritaskan, hanya minta kesempatan yang sama,” tambahnya.

Sinyal kuat ketidakpuasan ini menjadi sorotan tajam di kalangan pelaku usaha lokal. Mereka mendesak Bupati dan Inspektorat untuk melakukan pengawasan ketat terhadap praktik pengadaan, termasuk dugaan adanya “mainan” di lingkaran dinas tertentu.

“Kami tidak ingin ada mafia proyek di Bojonegoro. Kalau lokal diberdayakan, ekonomi akan tumbuh. Tapi kalau terus dikuasai kelompok tertentu, ini jadi penyakit,” tutup salah satu kontraktor dengan nada tegasnya (**)

0/Post a Comment/Comments