Bojonegoro, -Suarawonocolo.com- 3 Oktober 2025 – Suasana panas mewarnai hearing Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro dengan Pemerintah Desa Belun, Kecamatan Temayang, hari ini. Agenda utama adalah pembahasan sengketa Tanah Kas Desa (TKD) kelas A Desa Belun yang diduga kuat telah beralih menjadi sertifikat atas nama perseorangan dan dikuasai secara pribadi.
Kepala Desa Belun, Bambang Sujoko, dalam paparannya menjelaskan bahwa lahan TKD seluas kurang lebih 2.500 meter persegi tersebut seharusnya tidak boleh diperjualbelikan atau dialihkan, sesuai dengan regulasi yang berlaku sejak tahun 1970-an. "Tanah desa tidak boleh berkurang dan tidak boleh dimiliki pribadi. Kalaupun ada tukar guling, harus sesuai aturan, untuk kepentingan umum, bukan kepentingan keluarga," tegas Bambang.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan tersebut kini telah bersertifikat hak milik, bahkan pada tahun 2014 berubah status menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama kerabat mantan kepala desa pada periode tersebut. Masyarakat Belun merasa dirugikan karena sejak tahun 2014 hingga saat ini, desa tidak pernah menerima kontribusi sewa atau kompensasi dari lahan tersebut.
Menurut Bambang, masalah ini berakar sejak tahun 1970-an ketika lahan TKD dikuasai oleh kelompok tertentu tanpa dasar hukum yang jelas. Persoalan memanas pada tahun 2002, hingga memicu kericuhan di desa, termasuk aksi pembakaran dan penganiayaan. Masyarakat baru mengetahui bahwa lahan tersebut telah bersertifikat pribadi secara diam-diam, yang menimbulkan dugaan adanya manipulasi dokumen.
Anggota Komisi A DPRD Bojonegoro pun memberikan pertanyaan tajam. Erik Maulana Heri Kiswanto meminta bukti dokumen resmi perubahan status lahan. "Kalau dokumennya tidak ada, berarti prosesnya cacat hukum. Jangan sampai tanah kas desa hilang begitu saja," tegas Erik. Sudjono, anggota Komisi A lainnya, menyoroti dugaan adanya tukar guling fiktif. "Kalau memang ada tukar guling, harus jelas lokasinya di mana, kapan dilakukan, dan bagaimana dasar hukumnya. Kalau tidak ada, ya artinya ilegal," tegasnya.
Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Lasmiran, menilai kasus Desa Belun hanyalah satu dari sekian banyak persoalan serupa di Bojonegoro. "Banyak tanah kas desa yang hilang atau diserobot. Padahal undang-undang jelas mengatur, TKD tidak boleh dialihkan untuk kepentingan pribadi. Ini harus kita luruskan, supaya aset desa tidak semakin berkurang," tandasnya.
Komisi A DPRD berkomitmen untuk mendalami persoalan ini lebih jauh dengan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro, untuk memastikan legalitas sertifikat tersebut. "Kalau benar ada manipulasi dokumen, ini bisa jadi persoalan hukum. DPRD tidak ingin masyarakat dirugikan," ujar Lasmiran.
Masyarakat Desa Belun berharap ada keadilan dalam kasus ini. Mereka menuntut agar TKD dikembalikan ke desa sesuai aturan, sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan segelintir orang. Kasus ini menjadi sorotan penting terkait tata kelola aset desa dan potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat lokal.
Posting Komentar